Di belahan dunia yang jauh disana, ada seorang gadis yang
tengah asyik curhat sambil tidur-tiduran bersama sohibnya, Dia bercerita
panjang lebar, (untung saja mulutnya gak jadi persegi panjang yah,
hehe). “Sob, denger cerita gue gak sih?” tanya sang Gadis. “Mmm.. iyah
denger dong.” Sambil membolak-balik sebuah buku. “Buku apaan sih?” tanya
sang gadis yang jadi penasaran. Setelah ia lirik bukunya. “Oh… buku
tentang hijab. Nanti gue pinjam yah, tapi tolong dengerin cerita gue
dong.” gerutunya. “Iyah-iyah.. ada apa si dengan tuh cowok?” tanya
sahabatnya sambil berbaring tidur di sampingnya. “Sob, gue naksir sama
tuh cowok, dia temen kerja gue, dia itu baik hati, cakep, tinggi, putih,
mancung and pakai kacamata, satu lagi yang paling mengagumkan bagi
semua gadis di tempat kerja gue, dia itu sholeha, eh sholeh maksud gue,
hehe. Terus-terus dia itu bla.. bla.. bla..” curhat sang Gadis.
“Terus? Cowok itu tau gak perasaanmu?” kata sohibnya menanggapi.
“Kayaknya sih enggak tuh… Hoooaaaammm.” sambil menguap, lima jarinya menutupi mulutnya yang seakan-akan mengunyah sesuatu. Mungkin itu efek curhat sambil tiduran.
“Kayaknya sih enggak tuh… Hoooaaaammm.” sambil menguap, lima jarinya menutupi mulutnya yang seakan-akan mengunyah sesuatu. Mungkin itu efek curhat sambil tiduran.
Tok.. tok.. tok..
Tiba-tiba bunyi ketukan pintu terdengar. Gadis yang sedang jatuh cinta itu pun, sedari tadi menguap dan sudah merem melek, dan ingin rasanya melangkahkan kaki untuk membukakan pintu, namun malas bergelayutan dalam tubuhnya, berat sekali untuk melangkahkan kaki. Sejenak matanya susah untuk terbuka, namun terdengar lagi suara ketukan pintu itu.
Tiba-tiba bunyi ketukan pintu terdengar. Gadis yang sedang jatuh cinta itu pun, sedari tadi menguap dan sudah merem melek, dan ingin rasanya melangkahkan kaki untuk membukakan pintu, namun malas bergelayutan dalam tubuhnya, berat sekali untuk melangkahkan kaki. Sejenak matanya susah untuk terbuka, namun terdengar lagi suara ketukan pintu itu.
Tok.. tok.. tok..
sang Gadis membukakan pintunya, alangkah terkejutnya, telah bediri lelaki itu di hadapannya.
“Assalamu’alaikum.” sapanya
“Wa…wa’alaikumsalam.” jawab sang Gadis sambil merapikan kerudung instannya.
“Mmm… maaf, apa bapak ada di rumah?” tanya Pemuda itu.
“Kok, Bap?” belum selesai menjawab dengan pertanyaan, gadis itu sadar bahwa yang ditanya bukan dia, maka segera dia menjawab, “Eh… iya.. iya.. Bapak ada kok, tunggu sebentar saya panggilkan.” padahal dalam hati ia mengerutu, kenapa bukan aku yang ia cari?
sang Gadis membukakan pintunya, alangkah terkejutnya, telah bediri lelaki itu di hadapannya.
“Assalamu’alaikum.” sapanya
“Wa…wa’alaikumsalam.” jawab sang Gadis sambil merapikan kerudung instannya.
“Mmm… maaf, apa bapak ada di rumah?” tanya Pemuda itu.
“Kok, Bap?” belum selesai menjawab dengan pertanyaan, gadis itu sadar bahwa yang ditanya bukan dia, maka segera dia menjawab, “Eh… iya.. iya.. Bapak ada kok, tunggu sebentar saya panggilkan.” padahal dalam hati ia mengerutu, kenapa bukan aku yang ia cari?
Pemuda itu mengobrol empat mata dengan ayah sang Gadis di ruamg tamu.
Sedangkan sang Gadis bersembunyi di balik batu, (eh salah) di balik
pintu ruang dalam maksudnya, hehe berharap menangkap obrolan mereka
berdua. Saat mereka berbincang dan terlihat akrab, sang gadis
benar-benar penasaran, namun tak begitu jelas apa yang mereka bicarakan,
sehingga membuat gadis itu merapatkan telinganya di dinding pintu,
hasilnya nihil. Banyak angan yang berkelebat dalam otaknya. “Mungkinkah
pemuda itu tahu perasaanku? Sehingga dia datang untuk melamarku? Oh
No!!! secepat itukah? Eh, tapi nggak papa ding, harusnya aku berteriak
Oh Yes!!!, hehehe.” Diapun tersenyum dengan dialog hatinya.
Tiba-tiba ibunya muncul dari belakang.
“Hayooo, Kok anak ibu senyum-senyum sendirian? Kau sudah tahu apa tujuan pemuda itu menemui ayahmu Nak?” tanya ibunya dengan wajah bahagia.
“Tidak Bu, apa tujuannya Bu? Setahuku Ayah tidak kenal dengan pemuda itu?”
“Kau salah Nak, pemuda itu adalah anak sahabat Ayah saat di kampung dia sengaja kemari untuk melamarmu, bukankah dia teman kerjamu yang kau cintai?” Jelas sang Ibu dengan penuh kelembutan.
“Appaaahh? Ibu tahu dari mana?” sang Gadis pun terkejut.
Ibunya hanya membalas dengan senyuman dan mengankat kedua bahunya. “Sudahlah tak usah kau fikirkan ibu tahu darimana, cepat ganti pakaianmu dengan gaun yang sudah ibu siapkan di kamar ibu.”
Lagi-lagi gadis itu terkejut. “Apa Bu? Gaun? Kenapa nggak dari kemarin saja ibu cerita tentang ini? Jangan bilang kalau aku harus menemani Ayah untuk menemuinya, aku belum siap Bu, aku malu, malu Bu.” manja sang Gadis.
Untung saja sang Gadis tidak mempunyai penyakit jantung, sehingga harus pingsan ketika mendengar kabar yang mengejutkan hehe.
“Malu-malu tapi mau?” goda sang Ibu.
“Ah.. Ibu.” manja sang Gadis sambil memeluk ibunya.
“Hayooo, Kok anak ibu senyum-senyum sendirian? Kau sudah tahu apa tujuan pemuda itu menemui ayahmu Nak?” tanya ibunya dengan wajah bahagia.
“Tidak Bu, apa tujuannya Bu? Setahuku Ayah tidak kenal dengan pemuda itu?”
“Kau salah Nak, pemuda itu adalah anak sahabat Ayah saat di kampung dia sengaja kemari untuk melamarmu, bukankah dia teman kerjamu yang kau cintai?” Jelas sang Ibu dengan penuh kelembutan.
“Appaaahh? Ibu tahu dari mana?” sang Gadis pun terkejut.
Ibunya hanya membalas dengan senyuman dan mengankat kedua bahunya. “Sudahlah tak usah kau fikirkan ibu tahu darimana, cepat ganti pakaianmu dengan gaun yang sudah ibu siapkan di kamar ibu.”
Lagi-lagi gadis itu terkejut. “Apa Bu? Gaun? Kenapa nggak dari kemarin saja ibu cerita tentang ini? Jangan bilang kalau aku harus menemani Ayah untuk menemuinya, aku belum siap Bu, aku malu, malu Bu.” manja sang Gadis.
Untung saja sang Gadis tidak mempunyai penyakit jantung, sehingga harus pingsan ketika mendengar kabar yang mengejutkan hehe.
“Malu-malu tapi mau?” goda sang Ibu.
“Ah.. Ibu.” manja sang Gadis sambil memeluk ibunya.
Sang Gadis berdandan secantik mungkin, sedangkan Ibunya menyiapkan
jamuan di ruang tamu. Tak lama kemudian, datang dua orang lagi ke
rumahnya. Ternyata mereka adalah orangtua si Pemuda. Mereka datang
terlambat karena ada urusan penting lainnya. Setelah menyambut
kedatangan mereka, sang Ibu pun memanggil gadis cantiknya.
Di kamar anaknya telah merias diri bagai ratu. Hari ini adalah hari terindah baginya. “Nak, mereka menunggumu, cepat sedikit yah.” Terdengar suara ibunya dari luar pintu.
“Iya Bu, ini sudah selesai.” sahut sang Gadis sambil memutar-mutar tubuhnya di depan cermin.
Di kamar anaknya telah merias diri bagai ratu. Hari ini adalah hari terindah baginya. “Nak, mereka menunggumu, cepat sedikit yah.” Terdengar suara ibunya dari luar pintu.
“Iya Bu, ini sudah selesai.” sahut sang Gadis sambil memutar-mutar tubuhnya di depan cermin.
Gadis itu pun keluar dengan gaun pink yang cantik, ditambah dengan
kerudung yang berwarna senada dengan gaun. Wajahnya terlihat lebih segar
dibandingkan dengan sebelumnya.
“Wah, cantik sekali anak ibu.” pujian Ibunya pun membuat dia lebih percaya diri.
(Iya dong Bu, siapa dulu penulisnya? Loh? hehe #kidding)
“Iya dong Bu, siapa dulu ibunya?” canda sang Gadis sambil berjalan menuju ruang tamu bersama ibunya.
“Hemmm, ayo cepat, Calon mertuamu sudah menunggu.” suruh sang Ibu dengan nada halus.
Langkah sang Gadis pun terhenti, padahal baru beberapa langkah dan hampir saja mereka mendekati pintu. “CAMER?” dag dig dug jantungnya berdetak tak karuan.
“Iya nak.”
“Tapi bukankah dia datang sendirian Bu?” tanya sang Gadis sambil mengatur nafasnya.
“Tadi Ayah dan Ibunya datang terlambat karena ada acara penting lainnya.” jelas Ibunya dengan agak berbisik.
“Tapi Bu, sebentar-sebentar, aku udah cantik belum? Apa ada yang kurang?” tanya sang Gadis yang begitu groginya.
“Nak, keluarga mereka adalah keluarga muslim, mereka tak memandang seseorang dari kecantikan wajah namun dari kecantikan hati semata.” Jelas sang ibu dengan senyum keibuannya.
“Wah, cantik sekali anak ibu.” pujian Ibunya pun membuat dia lebih percaya diri.
(Iya dong Bu, siapa dulu penulisnya? Loh? hehe #kidding)
“Iya dong Bu, siapa dulu ibunya?” canda sang Gadis sambil berjalan menuju ruang tamu bersama ibunya.
“Hemmm, ayo cepat, Calon mertuamu sudah menunggu.” suruh sang Ibu dengan nada halus.
Langkah sang Gadis pun terhenti, padahal baru beberapa langkah dan hampir saja mereka mendekati pintu. “CAMER?” dag dig dug jantungnya berdetak tak karuan.
“Iya nak.”
“Tapi bukankah dia datang sendirian Bu?” tanya sang Gadis sambil mengatur nafasnya.
“Tadi Ayah dan Ibunya datang terlambat karena ada acara penting lainnya.” jelas Ibunya dengan agak berbisik.
“Tapi Bu, sebentar-sebentar, aku udah cantik belum? Apa ada yang kurang?” tanya sang Gadis yang begitu groginya.
“Nak, keluarga mereka adalah keluarga muslim, mereka tak memandang seseorang dari kecantikan wajah namun dari kecantikan hati semata.” Jelas sang ibu dengan senyum keibuannya.
Akhirnya dua keluarga pun bermusyawarah untuk mentukan tanggal
pernikahannya. sang Gadis hanya menundukkan pandangannya. Dia tidak
berani melihat wajah pangeran impiannya. Kedua orangtua mereka sama-sama
mengerti bahwa anaknya saling mencintai dalam diamnya selama ini.
Karena itu, mereka ingin menyucikan hubungan ini dengan sebuah
pernikahan. Tanggal pernikahan telah disepakati, sambil
berbincang-bincang mereka mencicipi jamuan dari tuan rumah. Sedangkan
sang Gadis masih dalam pandangan mata kelantai dengan banyak tanda tanya
yang berputar-putar diatas kepalanya. “Apakah ini semua benar?” tanya
sang Gadis dalam hati
Hanya tiga hari dari pertemuan dua keluarga, pernikahanpun
berlangsung. Ijab kobul dilaksanakan di rumah mempelai putri. sang
Pemuda itu telah duduk bersila di depan penghulu dengan jas dan peci
hitam yang ia kenakan, serta kacamata minus yang menambah manis
wajahnya, ia menanti kedatangan pengantin putri.
Sedangkan sang Gadis masih tersenyum di depan cermin, melihat bayangan dirinya yang mengenakan gaun panjang menjuntai menempel lantai, namun tak mengurangi keanggunannya, dan kerudung biru muda yang senada dengan gaunnya. Tak lama ia bercermin, ia keluar dengan ibunya dan juga didampingi 2 sahabatnya dengan pakaian seragam batik. Karena gaunnya yang panjang, dengan sangat hati-hati ia melangkah. Hatinya terus berdoa demi kelancaran acara. Hampir mendekat pintu ruang Ijab kobul hatinya bedegub kencang melihat dekorasi ruang yang begitu indah. Kakinya tetap melangkah, terlihat pula para undangan yang menatap dengan mata bahagia, ia jadi tak fokus dalam doanya, hati benar-benar gerogi untuk acara penting ini, tangannya terasa dingin, namun ia tetap melangkah, sedikit ia alihkan pandangannya ke calon suaminya, dan untuk pertama kalinya mata mereka berpandangan. Hatinya berdesir, semakin berdegub saja jantungnya. kali ini dengan kaki yang agak gemetar sehingga tak sengaja gaunnya yang panjang terinjak oleh kakinya sendiri.
Sedangkan sang Gadis masih tersenyum di depan cermin, melihat bayangan dirinya yang mengenakan gaun panjang menjuntai menempel lantai, namun tak mengurangi keanggunannya, dan kerudung biru muda yang senada dengan gaunnya. Tak lama ia bercermin, ia keluar dengan ibunya dan juga didampingi 2 sahabatnya dengan pakaian seragam batik. Karena gaunnya yang panjang, dengan sangat hati-hati ia melangkah. Hatinya terus berdoa demi kelancaran acara. Hampir mendekat pintu ruang Ijab kobul hatinya bedegub kencang melihat dekorasi ruang yang begitu indah. Kakinya tetap melangkah, terlihat pula para undangan yang menatap dengan mata bahagia, ia jadi tak fokus dalam doanya, hati benar-benar gerogi untuk acara penting ini, tangannya terasa dingin, namun ia tetap melangkah, sedikit ia alihkan pandangannya ke calon suaminya, dan untuk pertama kalinya mata mereka berpandangan. Hatinya berdesir, semakin berdegub saja jantungnya. kali ini dengan kaki yang agak gemetar sehingga tak sengaja gaunnya yang panjang terinjak oleh kakinya sendiri.
Alhasil…
“Gubraaakkk!!!” dia jatuh tersungkur.
“Aduh…” Ia kesakitan sambil mengelus-elus jidat yang terlanjur mencium lantai, matanya pun merem melek.
“Astaghfirullahaladziim… bangun Nak!”
“Ibu…? Kok aku masih di kamar?” kaget sang Gadis.
“Ibu? Biasanya juga panggilnya Mama? Lah? Terus Maunya dimana? Kamu kan dari tadi tidur, temenmu sampai pamit pulang sama mama 3 jam yang lalu. Katanya tak tega mau bangunin kamu. Ternyata benar, kamu nyenyak sekali tidurnya, sampai jatuh segala lagi.” Jelas sang Mama sambil senyam-senyum melihat tingkah anaknya.
“Hah? 3 Jam? Bukan 3 hari Ma?” sambil garuk-garuk kepala.
“3 Hari? Memangnya kamu pingsan apah? Kalaupun pingsan juga gak sampai 3 hari lah, sudah cepat sana mandi dan sholat ashar.” perintah mamanya.
“Hehe iyah mamaku sayang,” sambil cengar-cengir.
“Gubraaakkk!!!” dia jatuh tersungkur.
“Aduh…” Ia kesakitan sambil mengelus-elus jidat yang terlanjur mencium lantai, matanya pun merem melek.
“Astaghfirullahaladziim… bangun Nak!”
“Ibu…? Kok aku masih di kamar?” kaget sang Gadis.
“Ibu? Biasanya juga panggilnya Mama? Lah? Terus Maunya dimana? Kamu kan dari tadi tidur, temenmu sampai pamit pulang sama mama 3 jam yang lalu. Katanya tak tega mau bangunin kamu. Ternyata benar, kamu nyenyak sekali tidurnya, sampai jatuh segala lagi.” Jelas sang Mama sambil senyam-senyum melihat tingkah anaknya.
“Hah? 3 Jam? Bukan 3 hari Ma?” sambil garuk-garuk kepala.
“3 Hari? Memangnya kamu pingsan apah? Kalaupun pingsan juga gak sampai 3 hari lah, sudah cepat sana mandi dan sholat ashar.” perintah mamanya.
“Hehe iyah mamaku sayang,” sambil cengar-cengir.
Gadis itu bangkit dari tempat jatuhnya, ia masih teringat jelas
mimpinya, mimpi memakai gaun pengantin dengan kerudung biru mudanya.
Bahkan hampir saja berdampingan dengan pangeran impiannya, sayangnya itu
hanya dalam dunia mimpi. “Pantas saja aku mendadak alim? Pakai kerudung
segala ternyata hanya di dunia mimpi.” Kata gadis itu sambil melangkah
ke depan cermin, di depan cermin ia melihat wajahnya, belum sempat ia
amati wajahnya lagi, ia melirik sebuah buku di depan meja riasnya.
“La_Tahzan_for_Hijabers? Asma_Nadia, Helvy_Tiana_Rossa, dkk?” kemudian
dia semakin lekat mengamati wajahnya, seakan melihat dirinya memakai
kerudung biru muda itu. “Tapi, aku cantik juga pakai kerudung, terlihat
lebih sopan dan anggun.” Ada yang aneh dalam kata-katanya. “AKU? Kok
kata aku terdengar lebih enteng diucapkan? Padahal biasanya juga loe gue
loe gue.” Ia terdiam dan tersenyum saat melihat lagi wajahnya, ia
pandangi lekat-lekat semakin dekat ke cermin dan semakin dekat lagi
bahkan hanya sejengkal jaraknya. Tiba-tiba, ia langsung keluar kamar
sambil teriak. “Mamaaa, kita beli kerudung biru muda yuuukk…”
No comments: