19 tahun silam lahirlah bayi perempuan yang memiliki berat
3,5 kg, seluruh keluarga sorak sorai bergembira menyambutnya, karena
bayi mungil ini lahir pada malam hari, maka ia diberi nama Laily yang
diambil dari bahasa arab “Lail” yang artinya malam, serangkaian upacara
adat jawa pun dilakukan untuk penyambutan Laily.
Waktu bergulir begitu cepat seiring bergantinya malam dan siang tak
terasa Laily sudah berusia 4 tahun, dia tumbuh layaknya anak-anak
seusianya, ia gemar menari, bernyanyi, dan bermain-main. Lagu-lagu yang
sering ia nyanyikan adalah balonku, si lumba-lumba, bintang kecil, dan
masih banyak lagi lagu anak-anak yang lainnya. Orangtua Laily pun bangga
dengan kemampuan Laily yang tumbuh menjadi anak yang pandai, berbagai
prestasi telah diraih anak 4 tahun itu, diantaranya juara 3 lomba nyanyi
anak, juara 2 lomba mewarnai, dan juara 1 lomba modeling, trophy-trophy
kejuaraan dipampang di ruang tamu rumahnya. Anak berbakat ini sungguh
membanggakan kedua orangtuanya.
Hari ini merupakan hari dimana waktunya Laily untuk masuk di taman
kanak-kanak, ia diantar ibunya mendaftar di sebuah sekolah TK dekat
dengan rumahnya, dengan senang hati, dengan bibir mungil yang selalu
tersenyum, ia pun berjalan sambil menggandeng tangan ibunya pergi ke
sekolah tersebut. Disana ia bertemu dengan teman-teman sebayanya, ia
bermain-main bersenang-senang, kehidupan taman kanak-kanak yang tak ada
duanya, tak ada beban, selalu ceria, belum mengerti akan masalah yang
membelit dunia yang begitu rumit, yang ada hanyalah kebahagiaan. Itulah
yang dirasakan Laily saat itu.
Sepulang dari taman kanak-kanak, nasib naas dialami oleh bocah cantik
itu, ketika sedang asyik berjalan ada motor yang melaju kencang dari
arah yang berlawanan kehilangan kendali sehingga menabrak keduanya, usut
punya usut remaja cantik yang mengendarai motor itu sedang mabuk.
Kecelakaan tersebut mengakibatkan sang ibu meninggal dunia, dan Laily
mengalami patah tulang pada kaki kanannya. Dengan cekatan Laily pun
langsung dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara di daerahnya, sementara
itu sang ibu dimakamkan di pemakaman keluarga tak jauh dari rumahnya.
Malam hari nya di rumah Laily ramai dipenuhi para tetangga dan sanak
keluarga yang sedang berkabung, sementara itu Laily terbaring lemah di
ranjang rumah sakit ditemani sang ayah. Sadar dari tidur yang panjang,
Laily pun membuka matanya perlahan dan berkata “Ibu…” dengan bibir
bergetar dan dengan suara yang sangat pelan, sang ayah tersenyum menahan
sesak dalam hatinya, “ayah, kenapa kaki kanan ku nggak bisa digerakkan”
kata Laily. Dengan lembut ayahnya membelai kepala Laily smbil berkata
“Nanti kakimu bisa digerakkan lagi kok, sabar ya”. Laily pun
menganggukkan kepalanya.
Beberapa menit kemudian dokter yang merawat Laily pun datang bersama tiga orang perawat.
“Dokter, kenapa kaki Laily nggak bisa digerakkan” tanyanya lirih
“oh, iya sebentar ya, biar dokter periksa” jawab dokter dengan ramah
“Dokter, kenapa kaki Laily nggak bisa digerakkan” tanyanya lirih
“oh, iya sebentar ya, biar dokter periksa” jawab dokter dengan ramah
Setelah diperiksa, dokter pun menghampiri ayah Laily dan berkata dengan lirih
“Pak, untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kaki Laily, kita perlu melakukan rontgen”
“Oh, iya dok, lakukan saja yang terbaik untuk anak saya” kata ayah Laily
“Pak, untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kaki Laily, kita perlu melakukan rontgen”
“Oh, iya dok, lakukan saja yang terbaik untuk anak saya” kata ayah Laily
Keesokan harinya kaki kanan Laily dirontgen, dan ternyata mengalami
keretakan pada tulang nya, sehingga kaki laily pun digips untuk beberapa
minggu kedepan, setelah di gips, Laily pun diizinkan pulang, ia
dijemput oleh seluruh anggota keluarganya.
“Ibu…” teriaknya sambil menangis
Sang ayah pun langsung memeluknya, dan air mata anggota keluarga yang ada disitu pun pecah, Laily terus menjerit memanggil sang ibu yang telah dimakamkan beberapa hari yang lalu.
Sang ayah pun langsung memeluknya, dan air mata anggota keluarga yang ada disitu pun pecah, Laily terus menjerit memanggil sang ibu yang telah dimakamkan beberapa hari yang lalu.
“Laily, ayok kita beli es krim di depan situ, enaak banget rasanya”
bujuk bu Rina yang merupakan tante dari Laily. Laily pun menganggukkan
kepala.
Hal tersebut berlangsung setiap kali Laily menanyakan keberadaan ibunya, hingga akhirnya ia lupa dengan sendirinya. setelah gipsnya dibuka Laily pun dapat berjalan kembali dan menikmati masa anak-anak yang sempat hilang.
Hal tersebut berlangsung setiap kali Laily menanyakan keberadaan ibunya, hingga akhirnya ia lupa dengan sendirinya. setelah gipsnya dibuka Laily pun dapat berjalan kembali dan menikmati masa anak-anak yang sempat hilang.
Empat puluh hari setelah kepergian sang bunda, Laily ditinggal oleh
sang ayah, yang meninggal dunia karena kecelakaan, anak kecil itu kini
telah ditinggalkan oleh kedua orangtua nya. Isak tangis sanak saudara
menyelimuti gubuk sederhana yang di dalamnya terdapat seorang anak yang
menjerit menangisi kepergian orang yang sangat dicintainya, kini anak
kecil itu telah sendiri, seorang paruh baya menghampirinya
“Laily tinggal sama tante ya” katanya dengan suara halus
Laily menggelengkan kepalanya dan menjawab “Laily mau tinggal sama ayah”
Wanita paruh baya itu pun menangis dan memeluk Laily dengan erat. Jenazah sang ayah pun mulai diberangkatkan, Laily menangis sambil memanggil sang ayah, tak satu pun orang yang tega melihat gadis manis itu meronta. Di pangkuan sang tante Laily terus menangis hingga akhirnya tertidur. Sejak saat itu Laily dirawat oleh bu Rina. Sejak saat itu bakat-bakatnya tak pernah tersalurkan kembali, perhatian dari sang tante pun kurang karena bu Rina memiliki tiga anak yang membutuhkan juga kasih sayang, di rumah itu Laily merasa terasingkan, dari kecil ia diajarkan untuk menjadi anak yang rajin, yang harus bangun sebelum matahari menghangatkan bumi, ia harus membersihkan rumah sebelum berangkat sekolah, terkadang perlakuan yang kejam pun dialami oleh Laily, dimarahi, dituduh mencuri, selalu disalahkan. Kehidupan yang menguras air mata itu terjadi hingga saat ini. Hanya do’a dan air mata yang dapat menguatkannya. Kepada siapa lagi ia mengadukan semua itu kalau bukan pada Tuhannya? Bukankah anak yatim piatu harusnya disayangi?, Entahlah, entah sampai kapan kepedihan itu akan berakhir.
Laily menggelengkan kepalanya dan menjawab “Laily mau tinggal sama ayah”
Wanita paruh baya itu pun menangis dan memeluk Laily dengan erat. Jenazah sang ayah pun mulai diberangkatkan, Laily menangis sambil memanggil sang ayah, tak satu pun orang yang tega melihat gadis manis itu meronta. Di pangkuan sang tante Laily terus menangis hingga akhirnya tertidur. Sejak saat itu Laily dirawat oleh bu Rina. Sejak saat itu bakat-bakatnya tak pernah tersalurkan kembali, perhatian dari sang tante pun kurang karena bu Rina memiliki tiga anak yang membutuhkan juga kasih sayang, di rumah itu Laily merasa terasingkan, dari kecil ia diajarkan untuk menjadi anak yang rajin, yang harus bangun sebelum matahari menghangatkan bumi, ia harus membersihkan rumah sebelum berangkat sekolah, terkadang perlakuan yang kejam pun dialami oleh Laily, dimarahi, dituduh mencuri, selalu disalahkan. Kehidupan yang menguras air mata itu terjadi hingga saat ini. Hanya do’a dan air mata yang dapat menguatkannya. Kepada siapa lagi ia mengadukan semua itu kalau bukan pada Tuhannya? Bukankah anak yatim piatu harusnya disayangi?, Entahlah, entah sampai kapan kepedihan itu akan berakhir.
No comments: