KR-Plus

welcome to our blog

We are Magcro

Powered by Blogger.

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

Portfolio


  •  


    Di sebuah sekolah terdapat banyak siswa yang sedang belajar. Tidak terkecuali Kevin, dia merupakan seorang anak yang bersekolah di sekolah tersebut. O iya, dia itu kelas 3 SMP dan sedang fokus menghadapi ujian nasional.

    Kevin merupakan anak yang pintar dan mampu menyelesaikan masalah dengan cepat. Tidak heran dia selalu mendapat ranking 1 di kelas. Dia juga mempunyai teman sebangku yang sangat baik namanya Udin. Udin memang tidak sepintar Kevin tetapi dia merupakan anak yang sangat bertanggung jawab dan juga merupakan anak yang paling berisik di kelas.
    Tiba-tiba bel pun berbunyi itu berarti menandakan siswa-siswi di sekolah untuk pulang ke rumahnya masing-masing (bukan pulang ke kandangnya masing-masing, hehe).
    Kevin dan Udin selalu pulang ke rumah bersama-sama karena rumah mereka berdekatan. Sewaktu berjalan untuk pulang, tiba-tiba saja mereka dicegat oleh seorang preman yang lumayan besar badannya. Preman itu lalu meminta uang kepada Kevin dan Udin yang sedang asyik ngobrol tentang ujian nasional. Preman itu lalu berkata “Woi mana duit lu atau gua bunuh lu (sambil menunjukkan pisau yang baru ia keluarkan)”.
    “Emang siapa lu seenaknya minta duit ke kita, kalo berani jangan pake pisau, dasar banci” ujar Udin.
    “Mending kita kabur daripada kita cari masalah sama orang ini” bisik Kevin kepada Udin.
    Preman itu lalu memasukkan pisaunya kembali ke dalam kantong celananya dan berkata “Untuk lawan dua bocah kayak kalian cukup pake satu tangan”.
    Udin langsung melempar batu yang ada di dekatnya dan ternyata batu itu tepat mengenai kepala si preman tersebut sehingga kepalanya bocor.
    Preman tersebut yang sedang terluka langsung ditonjok oleh Udin sehingga preman itu pun pingsan.
    “Hebat kamu din, belajar darimana cara nonjok kayak gitu”. “Nanti gua ajarin vin soalnya gua biasa latihan karate setiap minggu jadi bisa kayak gitu”.
    Mereka pun pulang sambil bercerita satu sama lain. Sementara itu preman yang tadi pingsan dilihat oleh temannya. Preman itu pun mengatakan kepada temannya bahwa dia diserang oleh dua anak SMP. Lalu teman si preman itu langsung memanggil anak buahnya dan langsung menyuruh anak buahnya supaya besok untuk menangkap dua anak SMP yang telah menyerang temannya.
    Keesokan harinya seperti biasa Kevin dan Udin pergi ke sekolah untuk belajar intensif menghadapi ujian nasional. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, jam pelajaran pun telah selesai. Kevin dan Udin lalu pulang bersama-sama seperti biasa. “Din kita sebaiknya jangan pulang melalui jalan yang sama, soalnya nanti preman kemarin datang lagi”.
    “Ya elah vin, lu masih aja takut sama preman, kalo ada preman lagi nanti gua yang hajar”.
    “Terserah apa kata kamulah din, pokoknya nanti kalo ada preman itu salah kamu”.
    Mereka pun tetap melalui jalan yang sama untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Tiba-tiba mereka dicegat oleh sekumpulan preman yang telah menunggu mereka.
    Kevin dan Udin pun langsung kabur melarikan diri. Mereka lari sekencang-kencangnya seperti kijang yang dikejar singa.
    Mereka lalu mengumpat di sebuah warung. “Tuh kan bener din kataku pasti mereka ada lagi”.
    “Ya deh maaf vin, gua juga gak nyangka mereka ada lagi disitu”.
    Mereka lalu menelpon polisi supaya mereka tidak diganggu lagi oleh preman-preman tersebut. Polisi pun lalu langsung menangkap preman-preman tersebut sehingga Kevin dan Udin merasa senang.
    “Kalo besok-besok ada preman lagi nanti gua abisin tenang aja vin, soalnya nanti gua kalo udah besar mau jadi polisi”.
    “Baguslah din kalo kamu mau jadi polisi daripada jadi preman, betul kan din?”.
    “Betul vin oleh karena itu kita itu harus melindungi orang yang sedang dalam kesusahan, karena tujuan hidup itu adalah untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain”.

  •  


    Di pagi yang cerah, terik matahari, kicauan burung dan pemandangan indah di sekitar menjadi pesona alam tersendiri yang sudah biasa terjadi. Salah satunya di Daerah Jakarta.

    Tidak heran bila Jakarta terkenal dengan sebutan “Kota Macet” salah satu anak pindahan dari Bandung itu pun merasakannya. Dia adalah salshabilla.
    “Kringg… Kringg” suara alarm berbunyi. Aku pun terbangun dari tidurku, dan langsung membuka jendela kamar sambil mengucapkan “Pagi yang cerah!” Aku pun segera mandi dan memakai seragam sekolah baruku. Tak lupa Aku memakai kacamata pemberian Papa, dan setelah Aku melihat ke arah jam “Apa? Ma, Aku harus pergi sekarang juga kalau tidak aku bisa terlambat”. Langsung meminum segelas susu dan masuk mobil pribadi bersama Sopir.
    Saat dalam perjalan Aku sudah membayangkan kemacetan yang sangat panjang, tapi untunglah gerbang sekolah masih terbuka. Dan saat itu Aku mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitar namun, Aku merasa dijauhi oleh teman-teman baruku. Tapi Aku tidak peduli akan semua itu.
    Saat istirahat teman sekelasku Aline dan teman-temannya menyimpan lem perekat pada kursiku setelah bel pulang berbunyi dan berusaha berdiri terdengar suara “srrttt..” rokku tersobek. Lalu teman-teman menertawakanku. Aku merasa malu dan langsung berlari ke luar kelas.
    Begitu pun keesokan harinya, mereka selalu ingin membuatku malu mulai dari menumpahkan sisa makanan ke seragamku, menghalangi jalan sampai terjatuh, bahkan menginjak kaca mataku.
    Lama-kelamaan Aku merasa terpukul dengan kondisi yang terus menerus seperti ini. Sudah beberapa hari Aku murung di kamar, Mama pun khawatir dengan keadaanku. Namun Aku masih belum mau berbicara apa yang sebenarnya terjadi pada Mama karena Aku tahu betapa susahnya menyekolahkan Aku dengan keadaan ekonomi yang kurang mendukung dan menjadi Ibu sekaligus Ayah setelah Papa meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
    Saat upacara bendera pada amanat kepala sekolah menjelaskan bahwa “Hari sabtu mendatang akan diadakan Olimpiade Matematika tingkat provinsi dan pemenang akan mendapatkan beasiswa selama 3 tahun”. Aku pun segera mendaftarkan diri pada Ibu guru dan selama beberapa hari diseleksi, tidak lama Ibu guru memberitahu bahwa Aku adalah salah satu siswa yang akan mengikuti Olimpiade tersebut.
    Tiba di Tempat perlombaan aku melihat Aline tampak hadir di Tempat perlombaan. Aku pun langsung tergugah dan memotivasi diriku untuk memenangkan perlombaan tersebut. “Aku pasti bisa!” dalam hati.
    Setelah selesai peserta diperbolehkan istirahat, dari kejauhan Aku melihat mobil hampir menabrak Aline “Awas Aline!” Aku segera menyelamatkannya namun Aku yang menjadi korban kecelakaan dan Aku langsung dilarikan ke Rumah Sakit terdekat.
    Saat Aku berusaha membuka mata, Aku melihat banyak orang di sekelilingku termasuk Aline. Dia berterima kasih dan meminta maaf padaku “Sal, terimakasih kamu sudah menyelamatkan aku. Dan.. Maaf selama ini aku selalu mencari masalah” Aku hanya memberikan senyuman dan tangis haru. Kemudian Ibu guru menghampiri dan memberikan ucapan “Salsha, Ibu turut bangga kepada kamu! selamat kamu menjadi juara umum Olimpiade Matematika” Aku pun langsung memeluk semua orang yang ada di Ruangan itu.

  •  


    Pagi cerah yang ditemani oleh pelangi yang indah, soalnya shubuh tadi hujan jadi ada pelangi deh hehe.. gadis yang berumur 15 tahun ini baru selesai sarapan pagi, pagi ini gadis yang bernama novia candrani akan bersekolah dengan nuansa yang berbeda. Ya, karena hari ini dia akan bersekolah di new school-nya. Ia melihat ke arah cermin, ia betulkan kerudung paris yang ia pakai, yaa.. tadinya ia bersekolah di MTs (madrasah tsanawiyah), ia pindah karena abinya pindah tugas dari bandung ke Jakarta. Kata abinya, di Jakarta sangat sulit mencari MTs jadi ia harus bersekolah di sekolah yang umum. Di sekolahnya yang sekarang, tadinya gadis yang akrab dipanggil via ini tidak diperbolehkan memakai kerudung, karena seragam yang disediakan adalah seragam pendek, guru-gurunya pun jarang yang memakai kerudung, paling-paling guru agama islam. Tapi, abinya berhasil membujuk kepala sekolah dan bersedia menjahit sendiri seragamnya, hanya minta bahannya saja dari sekolah, tentu harganya lebih mahal, karena bahan yang dihabiskan lebih banyak. Okey, back to the story!

    Via berangkat sekolah dengan abinya menggunakan mobil dinas abinya, sebelum itu, ia berpamit serta mencium tangan dulu pada uminya. Setelah sampai, ia diantar abinya untuk bertemu dengan walikelasnya yang baru. Setelah bertemu.. walikelasnya mengantarkan Via ke kelasnya yang baru, sedangkan abinya langsung pamitan berangkat kerja.
    Ketika Via dan walikelas nya yang bernama pak Uus memasuki kelas, semua siswa ataupun siswi memasang wajah cengo secengo-cengonya. Entah kenapa, mungkin kaget melihat penampilan Via, karena di sekolah ini yang berhijab hanya Via. Pak Uus mempersilahkan Via untuk duduk di samping siswi yang ternyata namanya Charon. Namanya sih kaya orang barat, tapi mayoritas di sekolah ini muslim kok. Charon itu anaknya cantik sekali, rambutnya yang terurai panjang dihiasi oleh pita hijau, karena katanya dia suka warna hijau. Via bersyukur karena bisa duduk dengan orang sebaik Charon.
    Ketika jam istirahat, Charon mengajak Via berkeliling sekolah, Via menyetujui itu dengan hati yang sangat bahagia. Charon menyebutkan nama ruangan yang mereka lewati, sampai akhirnya berhenti di sebuah ruangan yang isinya rak-rak yang dipenuhi buku-buku. Yaps! Perpustakaan. Charon mengajak Via masuk ke ruang itu, lalu duduk di bangku perpus paling pojok.
    “biasanya, kalau istirahat aku disini” ujar gadis pita hijau yang bola matanya pun berwarna hijau, eits tanpa soft-lens loh. Wajar saja kalau tempat nongkrongnya di perpus, kan Charon itu juara kelas. Via menjawabnya hanya dengan manggut-manggut.
    Ting! ting! ting! bell masuk telah berdering, Via dan Charon melangkah menuju kelas. Di koridor sekolah, terlihat tiga perempuan yang sedang berjalan ala-ala orang paling cakep di dunia, haha… Mereka memakai bando, gelang, kalung, dan kaus kaki berwarna merah muda, tapi yang bahasa kerennya pink, eh itu kan bukan bahasa keren, tapi bahasa Inggris! ya kan? hehe… Sekeliling orang yang berada di dekat tiga perempuan itu terlihat tegang, kaku, takut.
    “Charon, itu kenapa? Kok anak-anak pada kaya takut sih sama cewek-cewek itu?” tanya Via penasaran.
    “Itu The Pinky’s Vi, yang ketuanya namanya Jessica. Dia anak pemilik yayasan sekolah ini. Makanya anak-anak takut, soalnya kalau ada yang macam-macam sama dia, dia bakalan laporin ke papihnya” jelas Charon.
    Tak disangka The Pinky’s telah ada di hadapannya.
    “Eh, kalian ngomongin kita ya?” hentak Jessica.
    Via dan Charon yang terkejut pun gelagapan, apalagi Via, dia kan anak baru, dia enggak mau punya urusan sama anak pemilik yayasan sekolah, bisa-bisa berabe.
    “Eng-enggak ko jess, kita gak ngomongin kamu, ki-kita lagi ngomongin pelajaran ipa tadi kok” Charon menjelaskan dengan sedikit berbohong
    “Mmm… kamu siapa? Kok tampilannya aneh gitu sih? Anak baru?” tanya Jessica dengan laga sok keren.
    “iya, aku Via” Via mengulurkan tangannya, namun Jessica tak menerima tangannya, akhirnya Via menurunkan kembali tangannya.
    “Eh, Charon! Kamu kasih tahu tuh ke temen baru kamu yang gayanya kaya ibu-ibu pengajian, kalau aku itu siapa disini,” ujarnya sombong.
    “I-iya Jess, sorry. Ki-kita mau ke kelas, t-takut ketinggalan pelajaran.”
    Via dan Charon langsung ngacir.. hosh! hosh! untung belum ada guru yang masuk kelas. Via dan Charon mengatur nafas yang ngosh-ngoshan karena lari tadi.
    Malam harinya, Via sedang makan malam bersama abi dan uminya. Via menyantap ayam bakar kesukaannya itu, apalagi ada sambelnya. Wih. Suka lupa doa makan kalau gitu, alhasil abinya suka kultum sebelum makan. Haha!
    “Gimana hari pertama sekolahnya?” tanya umi sambil membereskan piring-piring yang kotor.
    “Alhamdulillah umi, aku seneng dapat teman baru, apalagi temanku sebaik Charon,”
    “Siapa itu Charon?” tanya abi sambil melahap pudding coklat yang masih terisi penuh.
    “sahabat baru aku, baik deh, nanti kapan-kapan aku ajak dia main ke sini”
    Keesokan harinya, Via menolak untuk diantarkan oleh abinya, ia lebih memilih untuk jalan kaki ke sekolah, karena jarak nya tidak terlalu jauh, itung-itung sambil olah raga.
    Via melihat Charon yang sedang duduk di bangku dengan berurai air mata? Kenapa? Pagi-pagi ngejreng gini sudah menangis.. Via langsung menghampiri Charon dengan tampang panik tingkat dewa 19, lah? Grup band dong, akikik.
    “Charon,” Via memberi tissue yang selalu ia bawa, “Kamu kenapa?”
    “Hks, hks. Bu-buku tugas ku.. hks, buku tugas ku di robek oleh The Pinky’s. hks” Charon menangis sambil mengumpulkan robekan-robekan buku tugasnya.
    “Emang kamu salah apa charon?”
    “Aku gak ngasih jawaban tugas ku sama dia,hks”
    “Ini keterlaluan, gak bisa dibiarkan”
    Tanpa ba-bi-bu-be-bo, Via keluar kelas dengan kepalan kedua tangannya, mukanya memerah, ia memang tidak senang jika ada orang yang bertindak semena-mena. Via menghampiri The Pinky’s yang sedang cengangas-cengenges di bangku panjang koridor sekolah. Kemarahannya tak bisa tertahankan, ia meluapkan semuanya pada The Pinky’s.
    “Jessica!”
    “Ow, ow, ow. Ada apa ini?”
    “Kamu gak usah sok gak tahu. Kamu ngapain robek buku tugasnya Charon?”
    “Kamu berani ngelawan aku?”
    “Buat apa aku takut sama orang sombongnya selangit kayak kamu?”
    Jessica mengepal kedua tangannya, amarah nya naik seketika, ia menarik Via ke ruang pemilik yayasan, skak! Harus apa Via? Bagaimana kalau dia di out dari sekolah, aduh! Kenapa tadi dia nekat sih.. hu! Tenang..tenang..
    “Papi,”
    Bapak Robert, mengadahakan kepalanya. “Ada apa sayang?”
    “Liat nih! Cewek ini berani banget bentak-bentak aku, pokoknya aku mau dia di out!”
    “Via?” bapak Robert memang sudah mengenal Via waktu pendaftaran ke sekolah.
    “Papi kenal?”
    “Ya, dia anak baik. Kamu yang memang bertindak semena-mena, papi juga tau dari anak-anak. Via, saya minta tolong sama kamu.. rubah Jessica supaya menjadi anak baik, jangan takut, kalau dia melawan, lakukan apa saja yang kamu inginkan”
    “Papi?!”
    “Baik pak Robert.”
    Via kembali ke kelas, ternyata tidak seburuk yang ia kira. Malah jauh dari pemikirannya. Terlihat di kelas Charon yang super panik bukan tingkat dewa 19 lagi. Tapi udah tingkat NOAH! Akikikik.
    Charon mengeluarkan botol tuppie-nya, ia menteguk air yang ia bawa dari rumah. Kebanyakan siswa/I disini membawa botol tuppie, karena lebih steril kalau bawa air dari rumah, Via juga bawa.
    “Kamu dari mana sih Vi, kamu gak ngelakuin hal yang enggak-enggak kan?”
    “Aku habis labrak Jessica dan cs nya,”
    “APA?!!!”
    “Tenang aja, aku gak apa-apa, malah pak Robert nyuruh aku buat rubah Jessica supaya lebih baik”
    “Kamu serius?”
    Via angguk-anggukan, disusul dengan cekikikan. Haha
    Hari demi hari telah berlalu, sudah 1 bulan Via menjadi siswi di sekolah ini, ia juga berhasil merubah setengah kejelekan dari Jessica, hanya sifat gengsi nya saja belum hilang, susah banget..
    Yang tadinya Jessica and cs suka bolos pelajaran dan nongkrong di kantin, sekarang jadi enggak lagi, terus yang gak pernah ngerjain tugas rumah jadi lebih rajin ngerjain, yang biasanya seenaknya usir-usir anak-anak sekarang lebih bisa menghargai satu sama lain.. pokoknya masih banyak lagi deh perubahannya.
    “Jessica, nova, uti. Belajar bareng yuk di rumahku? Sama Charon juga” ajak Via dengan bersemangat. Ketiga perempuan itu terus-terusan gelagapan a-i-u-e-o. sebenarnya mereka mau menerima ajakan itu, tapi syaiton gengsi masih melekat di hati mereka. Astagfirullah.. “Pokoknya aku tunggu ya di rumah, nih alamatnya” Via memberi sesobek kertas ke tangan Jessica.. lalu pergi sambil tersenyum.
    Di siang hari yang cerah seperti wajah Via sehari-hari.
    Via dan Charon sedang asik belajar di rumah Via dengan di temani lawakan-lawakan kecil dari abi dan uminya Via. Charon memang sudah sangat dekat dengan keluaga Via. Begitupun sebaliknya! Dan yang paling cetar membahana badai, Charon sudah berkerudung seperti Via. Charon bilang pakai jilbab itu menambah kecantikan, haha memang benar!
    Tingnong.. tingnong..
    Bell rumah Via berbunyi, siapa yang datang? Via dan Charon membuka pintu, yaps! Seperti yang mereka kira, yang datang adalah Jessica, Nova, dan Uti. Mereka sudah tidak mau lagi di panggil The Pinky’s. karena Via pernah bilang kepada mereka kalau berteman tidak usah memakai nama genk gitu, soalnya kebanyakan yang pakai genk, persahabatannya tidak bertahan lama.. gitu katanya.. entah benar atau tidak hehe.
    “Kalian jadi datang?” Charon memulai pembicaraan, ketiga insan itu senyum-senyum sendiri.
    “Ayo masuk” Via mempersilahkan masuk.
    Mereka kembali ke ruang tamu, masih ada umi dan abi disana, dan yang membuat news headline adalah mereka bertiga mencium tangan orangtua Via. Via dan Charon sempat bengong sekejap. Namun disusul dengan senyuman yang merangkai indah bibir mereka.
    “Halo, kita belum kenalan ya?” ledek abinya Via
    “Aku Jessica om,”
    “Aku Nova om,”
    “Aku Uti om,”
    “Panggil abi aja ya, lebih akrab!”
    “Baik abi”
    Mereka berbincang-bincang dengan penuh tawa, haha hihi tiap detik! Abinya via memang pandai melawak. Tiba-tiba Jessica bicara serius.
    “Abi, jess boleh tanya nggak?”
    “Boleh cantik, nanya apa?”
    “Kenapa sih umi, Via, Charon pada pakai jilbab?”
    “Hmm, kamu muslim?”
    “Walaupun namaku nama orang barat, tapi aku islam bi..”
    “Bagi wanita muslim, memakai jilbab itu hukumnya wajib.. karena seluruh tubu
    hanya adalah aurat kecuali telapak tangan dan wajah,”
    “Oh gitu, jadi aku, Nova, dan Uti juga harus pakai jilbab?”
    “Harusnya sih gitu, tapi harus ada niat dulu dari hati kamu..”
    “Oo”
    Keesokan harinya, mengejutkan! Tebak siapa yang datang ke kelas Via dan Charon? Yes! That’s right, itu Jessica Nova dan Uti. Tapi enggak kayak yang kemarin-kemarin, hari ini mereka dengan new style. Seperti Via dan Charon mereka berkerudung, menutup aurat, dah mengucapkan salam. Waw banget gak? Biasa aja yah, hehe… sekarang mereka enggak punya sifat gengsi lagi, pak Robert juga berterimakasih banyak sama Via. Karena Via anaknya menjadi seperti ini. Mereka berlima jadi sering main bersama.. mainnya sambil belajar tentang agama, soalnya mereka belum banyak tahu tentang islam.




  • Sewaktu SD aku dan temanku selalu bersam tertawa bersama. Kita bermain bersam kita berbagi suka duka bersama. SD ku tempat aku bergembira sahabatku alasan aku bahagia, sahabatku orang yang bisa membuat senyuman di saat aku menangis, sahabatku selalu membuat aku percaya diri. Sahabatku orang yang mau bercerita denganku sahabatku alasan aku menangis ketika perpisahan sekolah walau aku mencoba bertahan tetap saja airmata membasahi pipiku.

    Seiring berjalannya waktu aku menjadi anak SMP aku menemukan sahabat baru yang baik. Aku dan sahabatku berpisah karena di SD ku hanya aku yang masuk SMP itu. Seiring berjalannya waktu aku merindukan sahabat SD ku. Aku mencoba mengirim pesan dengannya tapi dia tidak membalasnya. Aku berkata mengapa bisa dia melupakannya aku selalu mengingat kejadian saat SD dengannya, bahkan aku mengingat kejadian yang biasa saja. Aku mengingat sewaktu sahabatku bercerita kepadaku cerita yang luar biasa tentang perasaannya.
    Sahabatku tak mengingatku sama sekali mungkin karena dia kini memiliki sahabat baru. Aku tetap menyayangi sahabatku. Walau kini sahabatku itu telah melupakanku aku tetap tidak akan melupakannya. Aku berharap kini kita akan seperti dulu. Sahabatku aku berharap kau membaca ini agar kau tau aku tak akan melupakan itu. Bukan hanya 1 sahabatku yang melakukuan ini ada banyak sahabatku yang menjauh tak ingat aku. Bukan aku berlebihan.




  • Namaku adalah Tiara McRainne, aku mempunyai sahabat bernama Mutia. Mutia adalah anak yang pintar, dan berani. Arti hidup yang sebenarnya aku jalani ketika aku mulai bersahabat dengan Mutia. Aku dan Mutia mempunyai kalung hati yang menandakan persahabatan kami. Di kalung tersebut, tertulis kata “MUTIARA FOREVER”. Mutiara adalah gabungan dari nama kami, yaitu Mutia dan Tiara. Persahabatan kami selalu diganggu oleh “Two Angels”.

    Ya, mereka adalah Jessica dan Claura, 2 orang perempuan yang bersahabat. Mereka memang lebih kaya, lebih putih, kulitnya pun lebih mulus dariku. Tapi, itu semua tak sebanding dengan sifat mereka yang terlalu sombong dengan apa yang telah mereka miliki. Mereka selalu menganggapku itu sebagai sampah yang tak pernah berguna. Hanya aku yang selalu dihina oleh Jessica dan Claura, karena aku adalah orang miskin.
    Berbeda dengan Mutia yang mama dan papanya memiliki perusahaan yang terkenal. Tapi, Mutia sangat baik, dia selalu membelaku habis-habisan. Suatu hari, saat aku dan Mutia sedang bersekolah. Jessica dan Claura datang kepadaku. Memang, saat itu sedang istirahat, siswa diperbolehkan bermain, makan, membaca buku dan lainnya.
    “Tiara! Kamu jangan dekat-dekat Mutia lagi tau! Mutia itu kaya, cantik, kulitnya mulus, lah… kamu? Kamu itu miskin! Udah deh… jauhin aja tuh Mutia! Kalau enggak, kamu pasti akan tau akibatnya dari kami!” kata Jessica mengancamku. Aku hanya menundukkan kepala. Tetapi, berbeda dengan Mutia, Mutia tidak terima aku dikatakan seperti itu langsung membela dengan berani.
    “Kalian! Jangan sekali-kali mengancam dan mengejek Tiara seperti itu! Dia adalah manusia yang cantik dari luar maupun dalam! Daripada kalian, hatinya busuk!” kata Mutia membelaku. “Udah deh Mutia, kamu itu pantasnya jadi teman kami, bukan jadi teman dia!” kata Claura sambil menunjuk aku dengan ketus. “STOP! Sana pergi!” kata Mutia yang sudah tidak tahan lagi dengan “Two Angels”.
    Jessica dan Claura pun pergi dengan marah. “Kamu tak apa kan Tiara? Maafkan mereka ya, kalau mereka selalu menghinamu,” kata Mutia ramah. “Aku tidak apa-apa Mutia” jawabku. Aku dan Mutia kembali ke kelas. Hari mulai siang, saatnya untuk pulang. Mutia sudah pulang oleh sopirnya. Aku mengayuh sepedaku dengan gontai. Di tengah perjalanan, terlihat mobil sebuah mobil menghampiri sepedaku. Mobil itu melaju kencang dan menyenggol sepedaku hingga terjatuh.
    Kaki dan tanganku berdarah. Pintu mobil itu pun terbuka, keluarlah 2 anak perempuan yang sepertinya tidak asing lagi di mataku. Mereka adalah Jessica dan Claura! “Hei, anak kampung, jika kamu tidak menjauhi Mutia kamu akan mendapat balasan dari kami. Inilah salah satu balasan dari kami! Kalau masih saja kamu bersama Mutia, kami akan menghukummu lebih dari ini. Kalau perlu, kami akan menghukum Mutia juga! Tapi untuk Mutia akan lebih kejam! Kami tidak main-main!” ancam Jessica dilanjutkan oleh anggukan kepala Claura.
    “Tapi…” kata-kataku terputus. “Tidak usah tapi-tapian! Kami tidak mau tau, kamu harus menjauhi Mutia!” ucap Claura ketus. Jessica dan Claura pun kembali masuk ke mobilnya dan pergi. Aku bangun, dan kembali mengayuh sepedaku menuju ke rumah. Aku langsung masuk ke kamarku sambil menangis. Maafkan aku Mutia, aku terpaksa harus menjauhimu supaya kamu tetap aman…, kataku dalam hati sambil menangis.
    Ah… hari ini memang hari yang menyedihkan bagiku, Mutia yang selalu membelaku sekarang harus kujauhi? Aku tidak rela, tapi… ini demi Mutia! Aku tak mau Mutia dihukum oleh Jessica dan Claura! Keesokan hari yang mendung… “Tiara, sekarang kan istirahat kita ke perpustakaan yuk!” ajak Mutia. Aku hanya bisa pergi meninggalkan Mutia, karena sedari tadi aku dan Mutia diawasi oleh Two Angels. Aku berlari ke taman belakang sekolah sambil terus menitikkan air mata.
    Aku menangis di bawah pohon rindang. “Maafkan aku Mutia…,” tangisku.
    “Tiara! Kenapa kamu pergi dari aku? Maafkan aku kalau aku bersalah padamu,” kata Mutia yang ternyata sedari tadi mengikutiku. Aku kembali berlari… langit yang sedari tadi mendung, mulai menurunkan hujannya yang dingin… Di tengah hujan, aku berlari menghindar dari Mutia… Mutia pun terus mengejarku…
    Di tengah hujan kami berlari saling mengejar. Hujan turun, makin deras. Namun, tiba-tiba… Mutia terjatuh dan mulutnya mengeluarkan darah. Tak lama ia tergeletak di tanah. Aku yang melihat kejadian itu langsung berlari ke arah Mutia. “Mutia, kamu kenapa?” kataku khawatir. “Maafkan aku Tiara… Aku telah lama punya penyakit yang tak ada obatnya… Jika aku terkena hujan sambil aku berlari… Kondisiku akan melemah…,” cerita Mutia.
    “Maafkan aku juga Mutia telah menjauhi kamu…,” kataku. “Iya, gak apa-apa… Selamat tinggal Tiara… Semoga persahabatan kita selalu ada selamanya… Jaga dirimu baik-baik, Aku akan selalu ada di dalam hatimu Tiara… Terimakasih atas segalanya,” kata Mutia. “Jangan ngomong seperti itu, kamu pasti akan selalu ada bersamaku disini, di dunia ini!” kataku. “Tidak Tiara, waktunya sudah tiba… Selamat tinggal sahabatku…,” kata Mutia seraya memejamkan matanya.
    “Tidak… tidak kita akan selalu disini di dunia ini Mutia…,” kataku. Mutia tak bergeming. “Mut.. Mut… MUTIA!!” teriakku. Hujan membasahi tubuhku dan Mutia yang telah tiada. Air mata berlinang tanpa henti. Semua murid dan para guru berdukacita atas kepergian Mutia.
    Selamat tinggal sahabatku, engkau akan selalu ada dalam hatiku. Aku yakin, kamu akan selalu ada untukku disini, di sampingku. Selamat tinggal, semoga engkau senang ada disana…

  •  


    19 tahun silam lahirlah bayi perempuan yang memiliki berat 3,5 kg, seluruh keluarga sorak sorai bergembira menyambutnya, karena bayi mungil ini lahir pada malam hari, maka ia diberi nama Laily yang diambil dari bahasa arab “Lail” yang artinya malam, serangkaian upacara adat jawa pun dilakukan untuk penyambutan Laily.

    Waktu bergulir begitu cepat seiring bergantinya malam dan siang tak terasa Laily sudah berusia 4 tahun, dia tumbuh layaknya anak-anak seusianya, ia gemar menari, bernyanyi, dan bermain-main. Lagu-lagu yang sering ia nyanyikan adalah balonku, si lumba-lumba, bintang kecil, dan masih banyak lagi lagu anak-anak yang lainnya. Orangtua Laily pun bangga dengan kemampuan Laily yang tumbuh menjadi anak yang pandai, berbagai prestasi telah diraih anak 4 tahun itu, diantaranya juara 3 lomba nyanyi anak, juara 2 lomba mewarnai, dan juara 1 lomba modeling, trophy-trophy kejuaraan dipampang di ruang tamu rumahnya. Anak berbakat ini sungguh membanggakan kedua orangtuanya.
    Hari ini merupakan hari dimana waktunya Laily untuk masuk di taman kanak-kanak, ia diantar ibunya mendaftar di sebuah sekolah TK dekat dengan rumahnya, dengan senang hati, dengan bibir mungil yang selalu tersenyum, ia pun berjalan sambil menggandeng tangan ibunya pergi ke sekolah tersebut. Disana ia bertemu dengan teman-teman sebayanya, ia bermain-main bersenang-senang, kehidupan taman kanak-kanak yang tak ada duanya, tak ada beban, selalu ceria, belum mengerti akan masalah yang membelit dunia yang begitu rumit, yang ada hanyalah kebahagiaan. Itulah yang dirasakan Laily saat itu.
    Sepulang dari taman kanak-kanak, nasib naas dialami oleh bocah cantik itu, ketika sedang asyik berjalan ada motor yang melaju kencang dari arah yang berlawanan kehilangan kendali sehingga menabrak keduanya, usut punya usut remaja cantik yang mengendarai motor itu sedang mabuk. Kecelakaan tersebut mengakibatkan sang ibu meninggal dunia, dan Laily mengalami patah tulang pada kaki kanannya. Dengan cekatan Laily pun langsung dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara di daerahnya, sementara itu sang ibu dimakamkan di pemakaman keluarga tak jauh dari rumahnya.
    Malam hari nya di rumah Laily ramai dipenuhi para tetangga dan sanak keluarga yang sedang berkabung, sementara itu Laily terbaring lemah di ranjang rumah sakit ditemani sang ayah. Sadar dari tidur yang panjang, Laily pun membuka matanya perlahan dan berkata “Ibu…” dengan bibir bergetar dan dengan suara yang sangat pelan, sang ayah tersenyum menahan sesak dalam hatinya, “ayah, kenapa kaki kanan ku nggak bisa digerakkan” kata Laily. Dengan lembut ayahnya membelai kepala Laily smbil berkata “Nanti kakimu bisa digerakkan lagi kok, sabar ya”. Laily pun menganggukkan kepalanya.
    Beberapa menit kemudian dokter yang merawat Laily pun datang bersama tiga orang perawat.
    “Dokter, kenapa kaki Laily nggak bisa digerakkan” tanyanya lirih
    “oh, iya sebentar ya, biar dokter periksa” jawab dokter dengan ramah
    Setelah diperiksa, dokter pun menghampiri ayah Laily dan berkata dengan lirih
    “Pak, untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kaki Laily, kita perlu melakukan rontgen”
    “Oh, iya dok, lakukan saja yang terbaik untuk anak saya” kata ayah Laily
    Keesokan harinya kaki kanan Laily dirontgen, dan ternyata mengalami keretakan pada tulang nya, sehingga kaki laily pun digips untuk beberapa minggu kedepan, setelah di gips, Laily pun diizinkan pulang, ia dijemput oleh seluruh anggota keluarganya.
    “Ibu…” teriaknya sambil menangis
    Sang ayah pun langsung memeluknya, dan air mata anggota keluarga yang ada disitu pun pecah, Laily terus menjerit memanggil sang ibu yang telah dimakamkan beberapa hari yang lalu.
    “Laily, ayok kita beli es krim di depan situ, enaak banget rasanya” bujuk bu Rina yang merupakan tante dari Laily. Laily pun menganggukkan kepala.
    Hal tersebut berlangsung setiap kali Laily menanyakan keberadaan ibunya, hingga akhirnya ia lupa dengan sendirinya. setelah gipsnya dibuka Laily pun dapat berjalan kembali dan menikmati masa anak-anak yang sempat hilang.
    Empat puluh hari setelah kepergian sang bunda, Laily ditinggal oleh sang ayah, yang meninggal dunia karena kecelakaan, anak kecil itu kini telah ditinggalkan oleh kedua orangtua nya. Isak tangis sanak saudara menyelimuti gubuk sederhana yang di dalamnya terdapat seorang anak yang menjerit menangisi kepergian orang yang sangat dicintainya, kini anak kecil itu telah sendiri, seorang paruh baya menghampirinya
    “Laily tinggal sama tante ya” katanya dengan suara halus
    Laily menggelengkan kepalanya dan menjawab “Laily mau tinggal sama ayah”
    Wanita paruh baya itu pun menangis dan memeluk Laily dengan erat. Jenazah sang ayah pun mulai diberangkatkan, Laily menangis sambil memanggil sang ayah, tak satu pun orang yang tega melihat gadis manis itu meronta. Di pangkuan sang tante Laily terus menangis hingga akhirnya tertidur. Sejak saat itu Laily dirawat oleh bu Rina. Sejak saat itu bakat-bakatnya tak pernah tersalurkan kembali, perhatian dari sang tante pun kurang karena bu Rina memiliki tiga anak yang membutuhkan juga kasih sayang, di rumah itu Laily merasa terasingkan, dari kecil ia diajarkan untuk menjadi anak yang rajin, yang harus bangun sebelum matahari menghangatkan bumi, ia harus membersihkan rumah sebelum berangkat sekolah, terkadang perlakuan yang kejam pun dialami oleh Laily, dimarahi, dituduh mencuri, selalu disalahkan. Kehidupan yang menguras air mata itu terjadi hingga saat ini. Hanya do’a dan air mata yang dapat menguatkannya. Kepada siapa lagi ia mengadukan semua itu kalau bukan pada Tuhannya? Bukankah anak yatim piatu harusnya disayangi?, Entahlah, entah sampai kapan kepedihan itu akan berakhir.

  •  


    Namaku Nigita Amelsa, panggil aku Gita. Aku mempunyai kakak bernama Synta Agta, panggilannya Agta. Nama bundaku Dinda Syafniah, biasa dipanggil Dinda, sedang papaku alm. Harisy Futur, dipanggil alm. Harisy.

    Sejak kepergian papaku, aku sering melamun, sudah 3 kali aku ditegur oleh guru karena melamun. Ya… Aku tidak bisa menerima kepergian papaku.
    Pagi ini adalah minggu ke tiga liburan sekolah. Aku hanya mengurung diri di kamar sambil memandangi foto papa. Tahun lalu, papa berjanji akan mengajakku dan kakakku serta bundaku untuk bermain di New York jika aku dan kakakku bisa masuk 5 besar dengan nilai bagus. Namun apa? Beberapa minggu yang lalu, suatu kejadian yang tak pernah ku bayangkan terjadi, papaku meninggalkan keluargaku.
    “Gita… Kakak pergi dulu, ingat, jaga rumah ya…” Kata kakakku.
    “Kakak mau kemana sih?” Tanyaku
    “Kakak mau ke rumah teman, ada tugas kuliah, dah…”. Kata Kak Agta.
    “Kak, bunda mana?” Tanyaku
    “Lagi dalam kamar.” Kata Kak Agta setengah teriak.
    Aku hanya ber-ooo saja. Tiba-tiba..
    “GITAAA… Cepat cuci baju sana!” Kata bunda mengagetkanku.
    “Bun, aku belum makan!” Ujarku karena bersamaan dengan itu perutku keroncongan.
    “Heh, kamu tuh ya.. MANJA!! Bunda gak suka kamu MANJA! Pokoknya kamu gak boleh makan sebelum cuci baju, cuci piring, nyapu rumah, ngepel, dan lap kaca dan barang-barang yang ada di gudang!” Kata bunda melotot.
    “Bunda berubah!” Ujarku menangis.
    “CEPAATTT!!!” Teriak bunda.
    Akhirnya aku melaksanakan semuanya dan ternyata, azan zuhur berkumandang, ya ampun. Aku melalukan seluruhnya dari jam 09.00 sampai pukul 12.30. Sekarang, ku ambil air wudhu dan ku kenakan mukenaku lalu selesai shalat aku makan. Dan langsung masuk ke kamar dan tidur.
    Byur.. Sebuah air membangunkan aku. Saat aku membuka mata, bundaku dengan mata melotot menatapku.
    “Siapa yang suruh kamu tidur hah?” Marah bunda.
    “Bunda.. Aku capek, baru aja 30 menit yang lalu aku tidur, eh.. Udah dibangunin, ada apa sih bunda?” Tanyaku.
    “KAMU YANG MAKAN AYAM PANGGANG KAK AGTA KAN? IYA KAN? JAWAB!! DASAR!! KAK AGTA BENTAR LAGI PULANG! DIA CAPE BELAJAR, SEDANGKAN KAMU? MALAH ASYIK MANDANGIN FOTO PAPAH, PAPAH TU UDAH MENINGGAL!! JADI KAMU JANGAN KECEWAIN BUNDA!!” Omel bunda dengan suara yang besar.
    “Bunda.. Bunda gak sayang apa sama papa? Aku sedih papa pergi, aku hanya ingin bunda kasih waktu ke aku biar aku bisa merajut sebuah kesuksesan!!” Kataku.
    “O, kamu sedih ya? HOI… AKU PUNYA SEORANG PENGGANTI PAPAH MU ITU!! DIA LEBIH KAYA DARI PAPAHMU ITU, DIa BISA BUAT GEDUNG BERTINGKAT 10, SEDANG PAPAHMU ITU, CUMA BISA BUAT RUMAH BERTINGKAT 2.” Kata bunda.
    “Bunda, Bunda tu harusnya SADAR DIRI! Aku tau nama papa baru aku nanti adalah Om Andri kan? Bunda jangan khianatin papah, bunda pokoknya gak boleh satu rumah dan satu keluarga dengan Om Andri. Dia itu sahabat papah. Dia itu orang yang gak baik! Paham BUNDA?” Kataku, entahlah mengapa kata-kata itu terucap dari mulutku. Sebuah tamparan keras dari tangan bundaku terhinggap di pipiku. Lalu ada sebuah teriakan dari Kak Agta.
    “BUNDAAA, JANGAN TAMPAR GITA!! BUNDA JAHAT, BUNDA BERUBAH, BUNDA MENJADI KASAR SAMA GITA, PADAHAL GITA GAK ADA SALAH SAMA BUNDA! GITA GAK MINTA APAPUN DARI BUNDA! AKU TAU KEKEJAMAN BUNDA SEJAK AKU PERGI TADI! BUNDA MELAKUKAN SESUKA HATI BUNDA SEMENJAK PAPAH PERGI! IYA KAN?” Ujar Kak Agta dengan isak tangisnya. Aku berlari ke dalam pelukan Kak Agta. Yup, perlakuan bunda memang sudah beberapa kali sejak papa pergi. Sejak papa pergi, bunda lebih sayang dengan Kak Agta karena Kak Agta lebih cantik dan lebih mandiri dari pada aku.
    Aku dan kakakku pergi dari rumah, namun karena aku menangis, saat menyebrang aku meninggalkan kakakku di seberang jalan sana, ya.. aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, kakakku berusaha memeganggku, tapi aku bersikeras untuk melepaskan genggamannya. Saat aku menyebrang kakakku menyusulku, namun nasi telah menjadi bubur, tertabrak sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Aku terpental ke arah bahu jalan dan aku jalan dan aku mengeluarkan banyak darah. Sedang kakakku selamat.
    Aku dilarikan ke sebuah rumah sakit terdekat. Saat aku bangun, isak tangis orang yang ku sayangi pun terdengar pilu. Aku pun menjatuhkan kertas yang ku remas ke bunda dan kakak, dan sebuah pesan kecil yaitu, “jangan pernah berubah lagi bunda..” Isi kertas itu ialah..
    To: Bunda (Dinda Syafniah)
    Bun… Aku ingin bunda gak berubah. Bunda… Jika nanti bunda akan memiliki keluarga baru, kuharap bunda tak melupakan aku, kakak dan papa. Bunda.. Jika nanti bunda punya keluarga baru, jangan menjadikan kakak sebagai pembantu. Cukup aku saja yang menderita sakit hati ini. Bunda… Maaf jika aku sering salah sama bunda. Maaf jika aku merepotkan bunda. Ku harap bunda memaafkanku. Dan ku harap bunda ingat, Jangan Pernah Berubah lagi bunda…
    By: Gita (anak bunda)
    Sedang untuk kakak..
    To: Kakakku tercinta, (Synta Agta)
    Kak… Saat kakak membaca surat ini, ku yakin aku gak ada lagi. Kak, terima kasih atas sayang kakak padaku, kak, jika aku aku pernah salah, aku minta maaf. Kak, jangan pernah terlalu bersedih atas kepergian aku dan papa. Kakak harus menyiapkan tugas kuliah, dan kakak harus bisa membanggakan bunda. Kak, kakak harus bisa menggapai cita-cita kakak sebagai dosen dan dokter. Kak, aku harap kakak bisa memaafkan kesalahanku pada kakak.
    By : Gita (adik kakak).
    Setelah aku mengucapkan pesan kecil itu, aku mengucapkan dua kaliamat syahadat lalu aku pergi menyusul papa di sana.

Comments

The Visitors says
Download Free Software Latest Version